Matematika adalah Cermin Peradaban

Sejarah matematika dan sejarah peradaban manusia

    Sejarah matematika menunjukkan kebudayaan dan peradaban suatu masyarakat. Kemajuan peradaban manusia sangat dipengaruhi oleh kemajuan penerapan matematika oleh manusia itu sendiri. Pengkajian sejarah lebih jauh diperoleh suatu fakta bahwa peradaban kuno berkaitan erat dengan perkembangan matematika atau dengan kata lain, sejarah peradaban manusia merupakan sejarah matematika. Potret sejarah telah mengungkapkan bahwa kapanpun dan dimanapun suatu masyarakat memberikan titik berat terhadap matematika maka disanalah akan tercipta suatu kemajuan.

    Meskipun peradaban manusia terus berubah dengan pesat, namun matematika senantiasa relevan dan menunjang terhadap perubahan peradaban tersebut. Matematika telah memberikan kontribusi besar dalam kemajuan sains dan teknologi dan pada sejarahnya telah menggambarkan suatu pembangunan peradaban manusia.
    Matematika merupakan warisan untuk seluruh umat manusia. Secara ringkas sejarah mengatakan perkembangan matematika dalam kehidupan sosial, sejak dikenalnya sejarah kehidupan peradaban manusia menurut Brifits dan Hawsen (1974) dibagi dalam 4 tahap:

      1. Mesir Kuno (Babylonia dan Mesopotamia); matematika telah dipergunakan dalam perdagangan, peramalan dalam musim pertanian, teknik pembuatan bangunan air.
      2. Peradaban Yunani Kuno; matematika digunakan sebagai cara berpikir nasional dengan menerapkan langkah-langkah dan definisi tertentu tentang hal-hal yang berhubungan dengan matematika.
      3. Arab, Cina dan India pada tahun 1000 telah mengembangkan ilmu hitung dalam aljabar bahkan kata aljabar dari bahasa Arab algebria. Pada saat itu telah didapatkan cara perhitungan dengan angka 0 dan cara menggunakan desimal untuk kepraktisan cara aljabar.
      4. Zaman renaisans; matematika modern telah diterapkan antara lain kalkulus dan diferensial. Pada abad 18 terjadi revolusi industri, berkembang ilmu ukur non Euclid oleh Ganes (1777-1855) dan oleh Einstein dikembangkan lebih lanjut dari teori relativitas. (http://www.masbied.com/2010/06/04/sejarah-perkembangan-matematika/)
    Napoleon pernah berkata,

    Peningkatan dan kemajuan matematika berhubungan dengan kemakmuran suatu bangsa.

    Apakah pernyataan tersebut dapat dibuktikan kebenarannya? Paradigma pendidikan di Indonesia berkutat di sekitar “baca, hafal, ingat”. Tak heran jika matematika dalam pendidikan kita disamaratakan perlakuannya sehingga menjadikan matematika sebagai pelajaran yang membosankan. Dengan demikian terbentuk suatu karakter siswa yang notabene merupakan generasi pembangun bangsa, cenderung “menghafal” matematika dan beranggapan matematika merupakan ilmu abstrak yang tidak jelas penerapannya. Mungkin yang demikian merupakan salah satu penyebab mengapa bangsa kita “kurang makmur”. Matematika tidak lagi dipandang sebagai disiplin ilmu yang sarat logika, sistematis, analitis dan objektif.
    Lalu masihkah ada fakta lain yang memperkuat penyataan Napoleon di atas?

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Stephen Carr Leon mengenai pengembangan kualitas hidup orang Yahudi. Dalam penelitiannya Leon menyebutkan bahwa salah satu mitos orang Yahudi, ibu hamil ketika sedang mengandung janinnya banyak mempelajari matematika secara intensif, mereka tak segan untuk menanyakan konsep matematika yang tidak dimengerti kepada orang yang lebih mengerti matematika. Anggapannya adalah bahwa dengan memepelajari matematika janin yang dikandungnya kelak akan pandai matematika. Meskipun dari beberapa sumber penulis mendapatkan hasil bahwa penelitian/thesis yang dilakukan Dr. Stephen Carr Leon diragukan kebenarannya. Terlepas dari hasil penelitian tersebut shahih atau tidak, mengapa mereka melakukan mitos tersebut adalah karena mereka memahami betul pengaruh matematika terhadap kemajuan peradaban. Tak cukup sampai disitu, keseriusan mereka mempelajari matematika terlihat dengan pesatnya kemajuan di bidang sains dan teknologi yang samasekali tidak bisa dilepaskan dari matematika.

Matematika bukan sebagai hafalan

    Entah apa yang terjadi dengan kemajuan sains dan teknologi jika matematika sekedar menjadi pengetahuan yang dihafal. Misalnya untuk hal yang paling dekat dengan kehidupan kita saat ini, yaitu komputer. Komputer dapat bekerja menjalankan tugasnya karena program yang ada padanya. Seorang programmer dapat membuat atau menciptakan program karena logikanya. Pertanyaan utamanya adalah, dapatkan seorang programmer menghafal seluruh source code program mereka yang mungkin tidak sederhana? Kemungkinan yang masuk akal jikalau ada yang sanggup hanyalah satu dari sekian ribu, dan tentu saja kemajuan sains dan teknologi tidak akan pernah terjadi yang mengisyaratkan bahwa peradaban pun tidak akan pernah mengalami kemajuan.
    Ada suatu opini yang penulis dapatkan bahwa, “peradaban runtuh ketika matematika dihafal.” Beberapa hal yang penulis anggap sebagai alasan kuat pernyataan diatas adalah:

      1. Matematika itu logika. Matematika melatih umat manusia untuk tidak take for granted (langsung membenarkan) terhadap suatu hal, bergantung pada tradisi atau kekuasaan, tetapi menyandarkan pada pemberian alasan yang masuk akal. “Pengetahuan matematika membantu anggota masyarakat untuk mengorganisasi idenya lebih logis dan mengungkapkan pemikirannya secara lebih akurat dan eksplisit.” (Rahmi Andri Wijonarko, 2008). Jika logika telah terasah dan mendalami konsep matematika seutuhnya maka matematika tak perlu dihafal. Begitupun untuk hal yang lebih umum dalam masyarakat, dengan logika yang baik maka akan tercermin kehidupan yang baik dari masyarakat tersebut. Dengan membudayakan hafalan matematika sama artinya dengan membudayakan manusia untuk tidak menggunakan logikanya, yang berarti pula meruntuhkan peradaban dari akarnya.

      2. Matematika itu sistematis. Matematika telah mengajarkan manusia untuk melakukan suatu hal dengan runut dan teratur, artinya dilakukan step by step sehingga orang yang mempelajari matematika seutuhnya niscaya kehidupannya tidak akan semrawut atau sedikitnya kehidupannya akan rapi. Sementara itu, kehidupan anggota masyarakat yang teratur atau sistematis merupakan salah satu kunci “kemakmuran” bangsanya. Dengan menghafal matematika berarti pula membiasakan diri untuk hidup tidak teratur atau semrawut dan dengan kata lain menghancurkan jalan menuju kemakmuran.

      3. Matematika bersifat analitik. Matematika membentuk manusia menuju sikap yang sesuai seperti tidak ada pandangan yang menyimpang dan berpikir tak masuk akal. Matematika membantu manusia dalam analisis objektif sehingga memberikan alasan yang benar, kesimpulan yang valid serta keputusan yang tak berat sebelah. Dengan kata lain matematika yang bersifat analitik tidak memerlukan hafalan, jika umat manusia mempelajari matematika dengan menghafal akan membuat matematika bias secara konsep.
      Muhammad Zainal Abidin dalam blognya (http://www.masbied.com/2010/06/04/sejarah-perkembangan-matematika/) berpendapat bahwa, “matematika dapat dikatakan sebagai tolak ukur kegemilangan intelektual suatu bangsa, yang artinya suatu bangsa yang masyarakatnya menguasai matematika dengan baik akan dapat bersaing dengan bangsa lain atau jatuh bangunnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh penguasaan bangsa tersebut akan matematika.” Dengan begitu, maka menghafal matematika akan menjadikan suatu bangsa mengalami kemerosotan intelektual.

      4. Matematika bersifat objektif. Artinya dalam matematika segala sesuatu merupakan yang sebenarnya tidak dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi maupun kelompok. Pernyataan salah adalah salah dan pernyataan benar adalah benar sehingga mempengaruhi terhadap pengambilan kesimpulan, pemberian pernyataan dan pengungkapan pemikiran. Menghafal matematika berarti pula menyamarkan nilai-nilai yang semestinya. Dengan menghafal matematika menjadikan manusia tidak lagi mengenali mana hal yang seharusnya benar dan mana hal yang seharusnya salah, menghilangkan kemampuan manusia itu sendiri untuk mengkaji suatu hal berdasarkan sebab dan akibatnya sehingga dengan matematika bersifat objektif menggenapkan alasan mengapa ketika matematika dihafal mengakibatkan runtuhnya peradaban.

Pentingnya matematika

    Mungkin selama ini dalam mempelajari matematika terpaku hanya untuk menghitung tanpa tahu makna yang dihitung. Pemahaman tentang nilai-nilai dalam pembelajaran matematika yang disampaikan tidak sampai pada akarnya sehingga matematika hanya dikenal sebagai tools untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam dunia sains, baik eksak maupun non eksak.
    Dunia pendidikan kita telah menjadikan matematika sebagai beban bagi banyak siswa di sekolah, bahkan dianggap sebagai momok yang menakutkan. Yang pada akhirnya tak sedikit terbentuk suatu konsep dalam diri siswa tersebut bahwa dia tidak mungkin bisa matematika, tidak berbakat dalam matematika, dan sebagainya sehingga banyak nilai-nilai lain yang jauh lebih penting dalam matematika secara konsep tidak tersampaikan.
    Tidak hanya dalam dunia pendidikan yang berperan dalam pembetukan karakter siswa, secara umum dalam kehidupan baik itu sosial, seni maupun hiburan, matematika adalah penting keberadaannya. Dari segi hiburan, rekreasi matematis membuat seseorang mampu membangun imajinasinya, menajamkan kecerdasan intelektualnya dan mengukir rasa puas dalam pikirannya.

    Budayawan sekaligus pengamat sosial yang juga alumnus program studi matematika dari suatu perguruan tinggi negeri di Bandung, Sujiwo Tejo dalam akun micro-blog twitter nya @sudjiwotedjo mengatakan, “kamu harus suka matematika. Bukan sebagai hitungan tapi konsep. Jadi kamu bisa compose lagu dengan benar.” Memang dari segi estetika, kerapian dan keindahan hubungan matematis membuat emosi kita mencapai titik kulminasinya, seperti seni dan musik yang dapat menyentuh kedalaman jiwa dan membuat kita merasa benar-benar hidup. Hampir kebanyakan matematikawan di dunia seluruhnya tertarik pada ‘disiplin ilmu ketuhanan’, dengan menyadari keindahannya.mereka seolah tidak sedang mempelajari matematika, tetapi sedang bersembahyang dengan-Nya. Musik atau seni adalah keluaran sederhana dari keindahan matematika.

    Peradaban dan matematika saling mempengaruhi satu sama lain, dengan begitu penulis mengajak, mari kita sebagai bagian dari matematika membantu kemajuan peradaban manusia dengan menempatkan matematika sebagai sesuatu yang penting, mempelajari matematika secara konsep bukan sebagai mata kuliah atau pelajaran yang harus lulus dengan nilai memuaskan serta tidak menghafal matematika jika memang tidak ingin peradaban kita runtuh. Dan semoga dengan apa yang telah kita lakukan, mencoba memepelajari matematika seutuhnya, kita memberikan sumbangsih yang besar untuk kemakmuran bangsa Indonesia ataupun untuk kemajuan peradaban manusia di dunia. Mengutip dari kata-kata yang pernah dikatakan oleh Albert Einstein, “ketika matematika mampu berbicara, entah apa yang terjadi pada alam semesta ini.”

    (Lia Malihah – dari berbagai sumber)

One thought on “Matematika adalah Cermin Peradaban

Leave a comment